TRMM merupakan singkatan dari Tropical Rainfall Measuring
Mission yang merupakan misi antara NASA (National Aeronautics and Space
Administration) dan JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) untuk pengukuran
curah hujan di wilayah tropis. Satelit TRMM diluncurkan pada tanggal 27
November 1997 pada jam 6:27 pagi waktu Jepang dan dibawa oleh roket H-II di
pusat stasiun peluncuran roket milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency)
di Tanegashima-Jepang.
Satelit TRMM Memantau Bumi
(http://trmm.gsfc.nasa.gov)
TRMM dirancang khusus untuk mengukur curah hujan
di daerah tropis dan subtropis, serta memberikan informasi tentang ketinggian
atmosfer dimana pemanasan dan pendinginan yang terkait dengan hujan sedang
berlangsung. Sebagai satelit yang mengorbit bumi, TRMM memberikan laporan
bulanan curah hujan total yang jatuh di suatu daerah.
Ada dua misi yang dimiliki oleh satelit TRMM yakni
: 1. Untuk mengukur curah hujan dari antariksa, baik itu distribusi horisontalnya maupun profil vertikalnya dan 2. Untuk mengukur curah hujan sepanjang wilayah
tropis dimana merupakan wilayah yang hujannya paling banyak.
Karakteristik
TRMM
1.
Berorbit
polar dengan inklinasi sebesar 350 terhadap ekuator
2.
Ketinggian
orbit 403 km
3.
Resolusi
spasial data yang dihasilkan dari 0,25º x 0,25º; 0,5º x 0,5º; 1,0º x 1,0º dan
5,0º x 5,0º
4.
Resolusi
temporal data yang dihasilkan dari tiap 3 jam-an sampai bulanan
5.
Jangkauan
wilayah pengamatan 50 LU-50 LS dan 180 BT-180 BB
Jangkuan
Orbit TRMM
(http://mbojo.wordpress.com)
Sensor Satelit TRMM
1. PR (Precipitation Radar)
PR memiliki resolusi horizontal di permukaan sekitar
5 km dan lebar sapuan 247 km. Salah satu fitur yang paling penting adalah
kemampuan PR dalam menyediakan profil vertikal hujan dan salju dari permukaan
hingga ketinggian sekitar 20 km dengan resolusi vertikal setiap 250 m dan
sensitivitas sinyal minimum yang mampu dideteksi sensor PR ini lebih kurang 20 dBz
atau setara dengan kecepatan curah hujan sekitar 0,7 mm/jam. Sensor PR ini
bekerja pada frekuensi 13,8 GHz untuk mengukur distribusi presipitasi secara 3
dimensi dan untuk menentukan kedalaman lapisan presipitasi. Sensor PR mampu
mendeteksi ukuran hujan, kecepatan, dan ketinggiannya. Seperti halnya radar
cuaca di bumi, PR memancarkan pulsa energi elektromagnetik dan mengukur energi balik
yang dipantulkan oleh curah hujan di atmosfer.
2.
TMI (TRMM
Microwave Imager)
TMI adalah sensor gelombang mikro pasif yang dirancang untuk
memberikan informasi kuantitatif curah hujan. TMI mampu mengukur uap air, kandungan air dalam awan, awan es, tipe hujan
dan intensitas curah hujan di atmosfer dengan mengukur berapa menit yang
dibutuhkan energi gelombang mikro yang dipancarkan oleh bumi dan atmosfer. Sensor
TMI beroperasi pada 5 frekuensi yaitu 10,65; 19,35; 37,0; 85,5 GHz dan 22,235
GHz.
3.
VIRS (Visible
Infrared Scanner)
VIRS menggunakan cermin berputar untuk memindai sepanjang
trek dari observasi TRMM dan menyapu wilayah dengan lebar 833 km sebagai proses
observasi di sepanjang orbitnya. Sensor ini terdiri dari 5 kanal dengan panjang gelombang masing-masing 0,63; 1,6; 3,75, 10,8 dan 12 μm. Sensor VIRS ini terutama digunakan
untuk pemantauan liputan awan, jenis awan dan temperatur puncak awan. Resolusi spasial dari data yang dihasilkan oleh
sensor VIRS ini adalah 2,2 km.
4.
LIS
(Lightning Imaging Sensor)
LIS merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi dan mengetahui lokasi petir di sepanjang wilayah tropis.
Data yang tercatat meliputi waktu dari peristiwa petir, energi radiasinya (seberapa tingkat kecerahan petir) dan perkiraan lokasi petir. LIS
berdiameter sekitar 8 inci dan tingginya 14 inci.
5.
CERES (Clouds
and Earth’s Radiant Energy System)
Data dari sensor CERES ini dapat digunakan untuk mempelajari pertukaran energi antara matahari, atmosfer bumi, permukaan dan awan, serta ruang. CERES mengukur energi pada bagian atas
atmosfer dan mengestimasi energi di atmosfer serta di permukaan bumi. CERES juga dapat menentukan sifat awan, termasuk jumlah awan,
ketinggian, ketebalan, dan ukuran partikel awan.
Sensor
Satelit TRMM
Model Satelit TRMM
TRMM tidak hanya menyediakan data
curah hujan tetapi yang lebih penting adalah informasi mengenai panas yang dilepaskan ke atmosfer sebagai bagian dari
proses yang mengakibatkan
hujan. Keseimbangan
energi atmosfer global menunjukkan bahwa hanya sekitar seperempat dari energi
yang dibutuhkan untuk mendorong sirkulasi atmosfer global berasal dari energi
matahari langsung. Tiga perempat lainnya adalah energi yang ditransfer ke
atmosfer oleh penguapan air, terutama dari laut.
Energi matahari yang melewati
atmosfer menuju
permukaan laut sebagian besar diserap dan mengalami penguapan. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menguapkan air (merubah air menjadi gas) disebut panas laten penguapan. Disebut laten karena tersembunyi jauh di
molekul-molekul uap air.
Panas laten energi yang terkandung
dalam awan tidak dapat dilihat atau diukur secara langsung. Namun curah hujan yang merupakan produk dari pelepasan panas laten ini dapat diukur. Sayangnya, masih terdapat ketidakpastian sebesar 50% pada jumlah curah hujan di wilayah tropis.
Kecuali jika kita dapat menentukan jumlah curah
hujan dan energi yang dilepaskan ketika hujan terjadi. Para ilmuwan mengukur panas laten terkait dengan
proses kondensasi dan penguapan pada skala global dengan menggunakan satelit TRMM
ini.
Perkiraan panas yang dilepaskan ke atmosfer pada
ketinggian yang berbeda berdasarkan pada pengukuran ini dapat digunakan untuk
meningkatkan model sirkulasi atmosfer global. Model ini yang kemudian akan
memberikan nilai estimasi curah hujan pada satelit TRMM.
TRMM adalah sebuah alat yang mengukur radiasi yang
diemisikan oleh zat cair atau yang dihamburkan oleh es di awan. Radiasi ini
diterima sebagai sinyal-sinyal yang kemudian sinyal-sinyal ini dapat dikonversi
menjadi jumlah curah hujan.
Para ilmuwan mengembangkan model atmosfer cuaca
dan sistem iklim untuk mensimulasikan proses nyata yang mengendalikan cuaca dan
sistem iklim. Model ini memberikan persamaan matematika yang mewakili hubungan
apa-apa yang terjadi dalam sistem atmosfer. Kompleksitas model cuaca/iklim ini memerlukan
penggunaan teknologi komputer super canggih.
Model cuaca/iklim yang digunakan saat ini
menggabungkan karakteristik darat, laut, dan udara. Model ini disebut
"coupled model" yang berguna bagi para ilmuwan untuk memahami proses
iklim.
Agar model dapat menghasilkan sebuah perkiraan
atau prediksi kondisi atmosfer di masa depan maka dibutuhkan data saat ini.
Dengan kata lain, model akan tampil jauh lebih baik jika diberikan tidak hanya
dari apa yang terjadi pada mulanya, tetapi apa yang terus terjadi dalam sistem
cuaca/iklim yang terus berubah.
Estimasi Curah Hujan oleh Satelit
TRMM
Instrumen utama satelit TRMM untuk mengukur curah
hujan adalah sensor Presipitation Radar (PR), TRMM Microwave Imager (TMI), dan Visible
Infrared Scanner (VIRS). Semua sensor tersebut dapat berfungsi sendiri-sendiri
ataupun berkombinasi satu sama lain.
Masing-masing sensor tersebut mengumpulkan data
sesuai dengan spesifikasi masing-masing. Data yang terkumpul kemudian diproses
oleh satelit TRMM dengan menggunakan model persamaan yang dimilikinya. Seperti
halnya suatu persamaan, semua variabel dan konstanta akan diproses sehingga
menghasilkan suatu nilai tertentu. Nilai inilah yang menjadi nilai estimasi
curah hujan satelit TRMM.
Data estimasi Curah Hujan satelit TRMM
untuk
data bulanan, dapat didownload
di