laman

Jumat, 14 Februari 2014

Letusan Gunung Berdampak pada Cuaca

Letusan gunung merupakan salah satu aktivitas vulkanik yang berdampak sangat besar terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Sejumlah material disemburkan ke atmosfer pada saat terjadi letusan. Ada material yang kemudian jatuh ke permukaan bumi akibat ukuran dan massanya yang besar. Ada pula beberapa dari material tersebut yang sangat halus sehingga dapat bertahan lebih lama di atmosfer. Material-material ini kemudian dapat dibawa ke wilayah lain melalui hembusan angin. Beberapa material akan jatuh ke permukaan bumi bersama dengan hujan. Biasanya hujan membutuhkan satu hingga dua minggu untuk membersihkan atmosfer lapisan bawah dari debu vulkanik yang bertebaran.

Sejarah telah menunjukkan bahwa beberapa letusan gunung yang maha dahsyat mengakibatkan berubahnya kondisi iklim global. Misalnya saja meletusnya Gunung Tambora di NTB pada tahun 1815 yang dinyatakan sebagai letusan gunung terdahsyat sepanjang sejarah yang kekuatan letusannya 10 kali lipat dari letusan Gunung Krakatau. Debu vulkanik dari Tambora menetap di lapisan stratosfer selama beberapa tahun sebelum turun kembali ke bumi melalui angin dan hujan. Letusan Tambora berakibat luar biasa. Pengaruhnya dapat dirasakan hingga ke benua Asia, Eropa dan Amerika Utara. Salah satunya terjadi hujan tanpa henti selama 8 minggu di Eropa.

Letusan gunung maha dahsyat pula terjadi pada Gunung Krakatau pada Agustus 1883. Bukan sekedar meletus, Gunung Krakatau bahkan meledakkan dirinya hingga hancur berkeping-keping. Kekuatan letusannya 10.000 kali lebih kuat dibandingkan kekuatan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Letusan ini menyebabkan terjadinya tsunami. Siapapun yang mendengar gemuruhnya pada radius 10 km akan menjadi tuli. Akibat dari letusan ini, dunia sempat gelap selama beberapa hari akibat banyaknya debu vulkanik yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya.

Pada 5 November 2010, Jogjakarta dan sekitarnya mengalami kehebohan akibat meletusnya Gunung Merapi. Dea N. Bestari dalam penelitiannya menyatakan bahwa gas SO2 tersebar hampir ke seluruh wilayah Jawa Tengah terutama bagian baratnya. Curah hujan tertinggi tercatat terjadi di Banjarnegara pada tanggal 11 November 2010 dengan intensitas 127 mm. Dari data kimia air hujan diketahui terjadi peningkatan jumlah SO4 dalam air hujan paska erupsi sehingga mengakibatkan tingkat keasaman air hujan meningkat.

Yang masih terbayang-bayang hingga hari ini, aktivitas Gunung Sinabung di Karo, Sumatera Utara, masih terus berlanjut. Dari letusannya yang terjadi pada tanggal 7 September 2013 lalu menunjukkan adanya perubahan curah hujan di bulan September pada wilayah-wilayah sekitar Gunung Sinabung tersebut. Wilayah Meulaboh dan Deli Serdang tercatat mengalami peningkatan curah hujan dari normalnya sedangkan Medan, Sibolga dan Gunung Sitoli mengalami penurunan curah hujan dari normalnya.

Informasi Aktivitas Gunung Kelud [sumber : www.bmkg.go.id]
BMKG pada 14 Februari 2014 merilis trajektori/jejak pergerakan debu letusan Gunung Kelud bergerak ke arah Barat sampai dengan Timur Laut. Pada ketinggian 6308 m, debu tersebut bergerak ke arah Timur Laut dan pada ketinggian 11.300 m, debu tersebut bergerak ke Barat melalui wilayah Jawa Tengah hingga ke Samudera Hindia. Ketinggian abu vulkaniknya diperkirakan mencapai 12 km dari permukaan tanah.

Dalam bidang meteorologi (kecuacaan) diketahui bahwa debu vulkanik merupakan salah satu aerosol yang bertindak sebagai inti kondensasi dalam pembentukan awan. Keberadaan inti kondensasi ini menjadi sangat penting karena ia merupakan bibit pembentuk awan. Tanpa adanya inti kondensasi maka awan tidak dapat terbentuk.

Pada saat letusan gunung terjadi maka atmosfer secara langsung mendapatkan suntikan aerosol dalam jumlah yang sangat besar. Aerosol ini akan mengikat uap air dan membentuk butir awan. Butir awan terus bergerak saling bertabrakan dan bergabung membentuk ukuran yang lebih besar yang dikenal dengan istilah tetes hujan. Dari sinilah akan tampak adanya awan di langit. Ketika tetes hujan yang terbentuk menjadi lebih banyak maka ia akan menjadi berat dan dapat jatuh sebagai hujan.

Meningkatnya debu vulkanik di atmosfer tidak serta merta mengakibatkan peningkatan curah hujan. Hal ini masih dipengaruhi oleh kondisi kelembaban udara (RH) pada waktu yang bersamaan. Jika RH pada waktu itu tinggi maka debu vulkanik yang banyak ketika diiringi dengan kandungan uap air yang banyak pula dapat mengakibatkan peningkatan jumlah awan yang kemudian berdampak pada peningkatan kuantitas curah hujan maupun hari hujan. Namun ketika kondisi RH pada waktu itu rendah maka awan yang terbentuk akan lebih sedikit sehingga curah hujan berkurang. Udara di sekitar kita pun akan terasa lebih kering karena uap air di atmosfer banyak diserap oleh debu vulkanik tersebut.

Dampak lain yang dapat dirasakan oleh masyarakat adalah ketika SO2 sebagai material dari erupsi meningkat di atmosfer maka ketika ia bereaksi dengan H2O akan membentuk aerosol H2SO4. H2SO4 ini akan mengikat uap air dan ketika turun ke permukaan bumi sebagai hujan maka ia akan menjadi hujan asam.

Kemudian yang menjadi dampak jangka panjang dari letusan gunung berapi adalah ketika letusan gunung sangat kuat sehingga debu vulkaniknya dapat mencapai lapisan stratosfer. Debu tersebut dapat terperangkap pada lapisan stratosfer dalam waktu yang lama. Untuk menghilangkan debu vulkanik di lapisan stratosfer ini cukup sulit karena sifatnya yang stabil sehingga awan sulit untuk terbentuk di lapisan ini. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan komposisi atmosfer sehingga mengganggu keseimbangannya. Dalam jangka waktu yang lama, endapan debu vulkanik hingga lapisan stratosfer dapat mempengaruhi keadaan iklim global. Melalui angin, debu vulkanik itu kemudian dapat disebar ke berbagai wilayah.

Debu vulkanik yang terlempar ke atmosfer selama letusan dapat pula menyebabkan permukaan bumi menjadi hangat atau justru sebaliknya. Debu vulkanik seperti Karbon Dioksida (CO2) merupakan salah satu gas rumah kaca yang sifatnya menahan radiasi gelombang panjang dari bumi ke angkasa luar sehingga radiasi itu terperangkap di atmosfer dan meningkatkan suhu rata-rata di permukaan bumi. Akan tetapi hal sebaliknya dapat pula terjadi. Laporan ke-4 IPCC pada tahun 2007 menyatakan bahwa letusan vulkanik dapat menyebabkan penurunan suhu permukaan global rata-rata sekitar setengah derajat Celcius yang dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...