Senyum tipis terurai di wajahnya. Tampak sinis dan angkuh. Baginya
semua membosankan. Masih jelas di ingatanku ketika pertama kali bertemu
dengannya di barisan Pleton 3 OSPEK dan MADABINTAL. Dengan wajah penuh
keheranan dia berkata, “Saya pikir pasukan PETA telah dibubarkan sejak tahun
1945”.
***
Dalam ruangan kelas yang cukup nyaman dengan AC berada tepat di
samping atasku membuat kantuk yang tidak tertahankan. Ditambah lagi harus
menghadapi pelajaran Astronomi yang bagiku seperti berada di dunia kosmik.
Hoaaahhhmmm.... Berkali kali aku menguap. Aku mengawasi sekeliling. Biasanya
saat-saat seperti ini ada si Ucheng yang super usil mengambil foto teman-teman
yang pada ngantuk. Eh, ternyata Ucheng malah sedang tidur di sudut kelas.
“Hihihi..... seperti bayi beruang saja”, ucap benakku.
Tatapanku terus melayang dan terhenti pada satu sosok pria yang
bagiku sangat menjengkelkan. Dia tampak serius sekali. Tidak ada rasa kantuk
yang tergurat di wajahnya. Senyumnya saat itu seperti aku ketika berhasil
memasukkan bola ke dalam ring. Penuh kemenangan. Tiba-tiba saja dia
mengacungkan jari. Khayalanku terhenti. Ia mengacungkan jari untuk maju
mengerjakan soal trigonometri bola yang pak Sholohin sendiri akui bahwa dirinya
membutuhkan waktu sehari semalam untuk menyelesaikannya. Semua terkejut dengan sorakan
pak Sholihin.
“Bravo... Bravo... Empat jempol untuk kamu Andi!”
Huh!!! Begitu saja dikatakan hebat. Bagiku itu biasa saja. Di luar
sana juga banyak yang bisa menyelesaikannya. Kalau dia bisa mempraktekkan rumus
trigonometri bola untuk memasukkan bola basket dengan lemparan three points
dalam 10 lemparan berturut-turut, itu baru yang namanya bravo. Pak Sholihin
terlalu berlebihan menilainya.
***
Walau langit sedikit mendung tapi bagiku hari ini adalah hari yang
paling cerah dalam seminggu. Hari yang aku tunggu-tunggu sejak senin, selasa,
rabu, kamis dan sekarang jumat. Hari ini benar-benar bebas. Aku tidak perlu
memikirkan tugas Meteorologi Umum, tugas kelompok Fisika, tugas Meteorologi
Synoptik, hapalan sandi Past dan Present Weather, bahkan aku tidak perlu
memikirkan pakaianku yang belum aku cuci seminggu ini. Pokoknya hari ini hari
bebas bagiku. Aku sangat suka berolahraga. Tidak ada beban dan tidak ada rasa
kantuk. Bahkan teriakan-teriakan senior yang mengabsen satu per satu kesalahan
kami tingkat I tidak memadamkan semangatku. Bending di jumat pagi bagiku tidak
seberapa.
Akan tetapi sangat berbeda 180 derajat dengan pria di ujung sana.
Setiap olahraga pagi wajahnya selalu tidak ceria. Bersungut-sungut. Tidak ada
senyum. “Apa Andi tidak tahu cara tersenyum ya?”, pikirku. Apa yang orang ini
pikirkan. Saat di kelas menunggu dosen yang telat masuk, teman-teman pada asyik
bercerita dan memperagakan gaya senior Rama yang menjengkalkan, ia malah nyudut
dengan buku di tangannya. Saat belajar kelompok di basecamp Pleton Meteo I E,
ia malah nyudut dengan buku di tangan dan headset di telinganya. Saat
teman-teman berharap dapat lolos seleksi Marching Band Bahana AMG, ia yang
lolos malah disia-siakan. Saat saya berkata hore di setiap akhir pelajaran, ia
malah menghela nafas panjang. Hah! Entah siapa yang aneh.
***
Kejadian langka pagi ini aku bangun lebih awal dan ke kampus pun
lebih awal. Sepagi ini tentu saja TIBTAR belum datang bahkan mungkin belum
beranjak dari tempat tidur. “Bisa bebas pemeriksaan atribut nih. Nggak usah
brasso ah”, pikirku.
Ketika sampai di kampus
serasa mendapatkan kiriman paket buku dari orang yang tidak dikenal. TIBTAR
sudah ada di kampus. Hiks... Sebentar lagi giliran aku kena marah dan dapat
hukuman.
“Apatis kamu ya!!! Mana respekmu??? Kamu anggap apa
senior-seniormu hah? Ketemu di jalan dengan senior kamu tidak mau hormat?
Berjalan sambil membaca buku. Kamu dengar tidak? Sudah banyak laporan yang saya
terima dari tingkat 2 dan tingkat 3. Apatis kamu!!! Mau di ospek lagi hah???”
“Siap senior.” Ucapannya datar. Tidak menunjukkan emosi dan
penyesalan.
“Siap apa hah? Saya tahu kamu selalu datang sepagi ini biar tidak
ketemu senior. Biar bebas dari TIBTAR. Biar kamu tidak brasso kan??’
“Siap. Saya brasso senior.”
Senior Ari sedikit bergedik lalu kembali melanjutkan marahnya.
“Kamu tahu, saya datang sepagi ini sengaja biar saya bisa ketemu
kamu disini. Kamu belum sarapan pagi kan? Turun kamu 50!!!”
Masih dengan nada datar ia berkata, “Siap senior.”
Aku yang sedikit menjaga jarak di belakangnya merasa kasihan pada
Andi. Yah, dia juga sih songong banget. Jangankan sama senior, sama temen
sekelas saja kayak gitu.
“Pokoknya setelah ini saya tidak mau mendengar lagi ada laporan
tentang kamu. Kalau saja masih ada senior yang protes tentang tingkah laku
kamu, saya tidak akan tinggal diam. Ini belum seberapa. Ngerti kamu?”
“Siap, mengerti senior!!!”
“Hey kamu ke sini!!!”
Aku tersentak.
Senior Ari memanggil lagi, “Hey kamu taruniii..........”
“Oh... Si... Siap senior.”
Huff.. Benar aku kena bending.
***
Jam di dinding menunjukkan pukul 7 tepat. Masih 30 menit lagi dari
jam pelajaran Aerologi yang dimajukan lebih awal. Sisa waktu ini tidak cukup
untuk menyelesaikan tugas Aerologi mengolah data pibal. Namun waktu ini masih
cukup untuk menyalin tugas teman. Hehe..
10 menit lamanya, kelas masih saja dihuni kami berdua. “Duh,
gimana ini?”, keluhku. Sebentar lagi tugasnya sudah mau dikumpul dan kertas
folioku baru bertuliskan Nur Asyahra dan Pleton Meterologi I E.
Aku menoleh ke belakang berharap dia memperhatikanku dan mengerti
kegelisahanku. Dia tengah asyik dengan bukunya. Aku diam sejenak. Berpikir
dahulu. Yah sudahlah. Tidak ada cara lain. Walau gengsiku harus turun karena
meminta PRnya, tidak mengapa.
“Mmm..... Di, bisa lihat tugas Aerologimu nggak?”
Dia mendongakkan kepala. Melepas headsetnya. “Ha?”
Huff..... Masa aku harus mengulang permintaan itu lagi.
“Aku lihat tugas Aeromu donk.”
“Oh...” Dia lalu mengeluarkan kertas folio dari tasnya dan
memberikannya padaku.
Ternyata cuma seperti itu. Aku pikir meminta PRnya akan makan
waktu yang lebih lama. Cepat-cepat aku mengerjakannya dan selesai tepat pada
waktunya. Teman-teman lain baru heboh mengerjakannya sementara aku sudah
selesai dan mengembalikkan folio Andi. Saat itu iseng-iseng aku bertanya
padanya.
“Kok tadi kamu kena marah senior Ari. Emangnya kamu buat salah
apa?”
Dia diam agak lama lalu berkata. “Saya tidak respek pada senior
katanya.”
“Emang kamu tidak respek gimana?”
“Saya tidak hormat sama senior waktu ketemu di jalan semalam.”
“Wah pantas aja. Kamu tuh jangan gitu lah. Cuma hormat doang aja
gak mau. Ntar juga kalau giliran kita yang jadi senior kita yang dihormatin.”
“Saya tidak tahu ada senior waktu itu. Saya sedang baca buku
sambil jalan.”
“Apa? Baca buku di jalan? Hei, kamu nggak boleh kayak gitu. Saat
di luar adalah saat kita membaur dengan warga sekitar. Semua orang akan
menganggapmu sombong kalau kau seperti itu.”
“Bagiku berjalan tanpa melakukan apa-apa dan sekedar melihat sana
sini hanya sebuah kesia-siaan.”
“A... Apa? Heh, kau tahu tidak arti sebuah sapaan? Kau pikir.....”
suaraku tiba-tiba terhenti ketika keriuhan anak-anak padam dan ucapan lantang
dari Danton.
“Pagi pak!”
Aku bergegas ke bangkuku. “Dia memang menjengkelkan”, keluhku
dalam hati.
***
Masih saja aku memikirkan ucapannya pagi tadi. Baginya itu sebuah
kesia-siaan? “Hah... Kenapa bisa ada orang yang berpikiran seperti itu. Aku
tidak habis pikir.”
“Asaaaaaa........”
Teriakan Rima mengagetkanku.
“Hei... Kau mengagetkanku tahuuu...”, gerutuku padanya.
“Ko serius sekali kah. Ko pikir utang apa? Tidak usah terlalu
dipikir itu utang di Warteg. Sebentar lagi TID cair ee.”
Haha.... Rima nih kalau ngomong pasti lucu. Dialek sulawesinya
masih dipakai. Aku yang pernah diajarinya juga tidak mau kalah.
“Ah, tidak ji. Siapa yang berutang di warteg beh.”
Dia tertawa. “Sudah pintar mi pale Asa malogat di.”
“Hahahaha......” Kami berdua tertawa.
“Eh Rim, Andi itu ngeselin banget ya. Sudah songong, sombong, gak
mau membaur, mahal senyum lagi. Ih.....”
“Haha.... Iyo dang. Sa juga heran sama itu anak. Tidak ada yang
bisa buat dia tertawa dan menangis kayaknya.”
“Hahaha....... Kalo kata Mario, dia itu si songong dari gua batu,
mantan Kepala BMKG. Hihihihi.... Nggak ada orang yang senang dengan dia kecuali
dosen-dosen.”
“Eh, tapi ko sudah
dengar cerita? Waktu DAUROH kemarin yang di Puspitek Tangerang, kata
teman-teman dia sedikit terbuka. Dia bisa membaur sama teman-teman liqo’.
Apalagi saat games puisi berangkai yang kita disuruh menuliskan 1 kalimat puisi
secara berganti-gantian. Setelah puisinya digabung, lucu sekali. Dia sampai
tertawa terbahak-bahak. Teman-teman pada heran.”
“Wah.. Dia bisa kayak gitu juga ya... Hihihihi.....”
***
Perintah Komandan Batalyon memang sangat manjur. Pokoknya semua
taruna taruni tingkat 1 wajib datang dan meramaikan Pekan Olah Raga AMG.
Pertandingan sore ini dibuka dengan pertandingan basket taruni antara kelas
Meteo 1 E dan Geof 2.
Walau kami masih tingkat
1, kami tidak mudah untuk dikalahkan. Kami taruni Meteo I E tidak mudah menyerah.
Sampai pertandingan berkahir di kuarter ke-4, kami memimpin poin 12-10. Semua
teman-teman bersorak dengan sedikit tertahan. Kami tidak boleh terlalu
kegirangan karena senior bisa saja tersinggung.
Aku sendiri duduk dengan terengah-engah penuh senyum kebahagiaan.
Pertandingan sore ini tidak hanya membawa kemenangan tapi membawa rasa
kebersamaan di antara kami. Sifat masing-masing mulai terlihat. Kami tertawa
riang bersama.
Tapi, lagi-lagi, di sudut lapangan sana, ada satu sosok pria yang
duduk tenang dengan ponselnya. Senyumku tiba-tiba terhenti ketika melihatnya.
Kali ini dia benar-benar keterlaluan. Di saat teman-temannya berjuang membawa
nama kelas, dia tidak memberi dukungan. Saat teman-temannya bahagia dengan
kemenangan pertamanya, dia diam saja dengan menatap ponselnya. Ku lempar begitu
saja bola yang ada di tanganku. Aku mendatanginya, benar-benar marah.
“Hei kau! Bisa-bisanya kau tidak ikut mendukung temanmu yang
sedang bertanding! Kau disini malah maen HP!”
Dia menoleh padaku tapi tidak beberapa lama dia balik melihat
ponselnya.
“Apa kau tidak bisa menghargai orang lain hah?”
Dia tiba-tiba nyeletuk, ”Yang penting saya datang kan? Kewajiban
saya cuma datang ke sini kok.”
“Tapi bisakah kau ikut mendukung kami yang sedang bertanding??”
“Emang ada bedanya saya mendukung atau tidak? Yang penting kan
kalian sudah menang.”
Dia kembali melihat ponselnya.
“Apa online itu lebih berharga daripada teman-temanmu ini?”
“Heh? Siapa yang online? Saya sedang baca artikel, Neng.”
Aku terdiam. Apa maksudnya memanggil aku Neng.
“Kalau begitu, apa membaca itu lebih berharga daripada
teman-temanmu?”
Dia diam dan tiba-tiba berkata, “Waktuku lebih berharga dari
kalian. Waktuku takkan ku sia-siakan dengan kegiatan yang tidak menambah
ilmuku. Waktuku sangat berharga untuk ku habiskan menonton pertandingan sepele
itu. Waktuku sangat berharga untuk sekedar teriak-teriak di pinggir lapangan
seperti orang bodoh. Aku tidak suka waktuku terbuang sia-sia. Aku tidak suka
kesia-siaan!”
Bagai disembur pijar panas hatiku sakit sekali mendengarnya.
“Hei!!! Apa kau tahu artinya kebersamaan? Apa kau tahu artinya
korsa? Waktumu memang berharga. Tapi waktu yang kau habiskan untuk kebersamaan
bukan sebuah kesia-siaan. Kalau kau seperti ini, siapa yang akan berteman
denganmu? Kau memang pandai, kau pun rajin. Tapi harus kau tahu kalau semua itu
tidak lengkap tanpa teman-teman yang baik yang menyayangimu. Kau tidak mungkin
hidup sendiri dan bekerja sendiri. Apa kau tahu? Ilmu itu tidak hanya bisa kau
temui di dalam buku. Ilmu itu bisa kau temukan pada teman-temanmu. Pada
pergaulanmu. Pada orang lain. Buku yang tiap kali kau baca tidak bisa
mengajarkan dan menunjukkan indahnya kebersamaan dan rasa saling menyayangi.
Kau cuma pandai berteori! Kau tidak pernah mempraktekkannya! Kau bahkan tidak
berniat mempraktekkannya!!!”
Aku diam. Dia diam. Aku beranjak dan mengabaikannya begitu saja.
Tidak tahu ekspresinya saat itu seperti apa. Terserah lah.
***
Rasanya hari ini aku memakai jilbab terlalu ketat. Aku kesulitan
untuk sekedar menoleh ke lapangan basket demi melihat siapa yang kena marah
Danyon. Upacara telah selesai tapi kami masih belum diperbolehkan masuk kelas.
Senior Rianto, Komandan Batalyon Taruna AMG tampil ke depan dengan
tongkat di tangan kanannya. Dengan nada suaranya yang khas penuh kekuatan, ia
berkata, “Saya menerima laporan, ada taruna tingkat I yang tidak respek pada
senior maupun warga sekitar. Saya sudah tahu orangnya. Tidak perlu saya
sebutkan di sini. Kalian harus tahu, di sini kalian cuma pendatang dan cuma
numpang di rumah orang. Kalian harusnya tunjukkan bagaimana ramahnya anak AMG.
Apa kalian yang punya jalan di sini hah? Jalan tidak menyapa warga sekitar
karena jalan sambil baca buku. Tidak tahu sopan santun. Berjalan begitu saja
tidak mau menyapa seniornya. Apa kalian tidak suka diharuskan hormat pada
senior? Kalian mau membangkang di sini???”
Diam. Kami pun ikut terdiam. Pikirku, “Ada taruna tingkat I yang
tidak respek? Huh siapa lagi kalau bukan si Andi.”
Senior Rianto kemudian melanjutkan, “Saya tidak ingin hal ini
terulang lagi. Saya tidak ingin mendengar laporan yang serupa lagi. Saya sudah
terlalu sabar menghadapi tingkah kalian. Demi kebersamaan kalian semua, saya
minta 10 putaran.”
“Siaaaappp senioooorrr.......”
Mau tidak mau kami harus mau. Aku hanya bisa mengeluh dalam hati.
“Hanya karena kesalahan 1 orang kami semua harus dapat hukum juga??? Ini
keterlaluan!!!”
***
Untung saja Jhon Gorrie pandai dan bisa menciptakan AC yang sangat
berguna di saat-saat seperti ini. Kalau tidak, aku bisa meleleh saat ini juga.
10 putaran dengan sepatu pantofel yang longgar dan PDH serta jilbab yang ketat
ini membuat gerah yang tidak tertahankan. Huff....
Rima yang juga mengalami hal yang sama denganku tiba-tiba nyeletuk
di kelas. “Hanya gara-gara ulah 1 orang ini kita semua harus menanggung
akibatnya.”
Mendengar celetukan Rima, tiba-tiba saja kelas menjadi tenang.
Raut wajah teman-teman yang kecapaian dan kecewa membuat Danton angkat bicara.
“Yah memang benar apa yang dikatakan Rima. Tapi teman-teman tidak
boleh mengeluh dulu. Inilah yang namanya kebersamaan. Tiap orang pasti pernah
melakukan kesalahan. Diri kita juga. Tidak apa-apalah hari ini kita harus lari
bersama 1 angkatan. Yang penting berikutnya harus lebih baik. Dan untuk teman
kita yang melakukan kesalahan seperti yang disampaikan Danyon tadi, yah, harus
merubah diri. Harus sadar kalau sampai dia mengulanginya lagi, teman-temannya
juga ikut jadi korban. Kalau dia tidak mengapa dengan hukuman dari senior, dia
harus memikirkan bahwa teman yang lain malah yang merasa mengapa dengan hukuman
itu. Yah saya tidak bermaksud sok bijaksana di sini. Tapi saya harapkan kelas
kita menjadi inspirasi untuk yang lain. Kita harus menjadi kelas yang paling
kompak dan korsa. Semangat kawan-kawan!”
Suasana masih saja hening. Aku menoleh ke belakang, penasaran
dengan ekspresinya. Di belakang, Andi sedang berdiam diri. Tatapannya lurus
keluar jendela. Kosong. Sepertinya ucapan Danton cukup mengena baginya.
Biarlah. Biar dia memikirkannya.
***
Minggu UTS ini membuatku jadi langganan sakit kepala. Pelajaran
kemarin yang aku bawa ke alam mimpi menjadi sebuah karangan bunga beraneka
ragam sekarang berubah menjadi kaktus yang penuh duri. Saat-saat seperti ini
adalah saat-saat dimana aku iri dengan otak jeniusnya Dedek Jimmy Newtron.
Huh!!! Minggu ini ku beri nama Minggu Berduri.
Sebenarnya bukan cuma aku yang menanggung sakit kepala di
minggu-minggu UTS ini. Teman-teman lain pun mengakui hal yang sama. Sebagai
penyelesaian polemik Meteo I E ini, kami mengadakan acara Belajar Bareng di
basecamp kelas kosan Mario.
Semua tatapan menuju ke arah pria yang sama. Tidak perlu dengan
ucapan, tatapan itu sudah menggambarkan kebingungan dan harapan yang sangat
besar. Dia tersenyum kecil dan sekali berdehem. Katanya, “Baiklah. Ini akan
jadi pengalaman pertama saya.” Oh syukurlah, pesan tatapan itu tersampaikan.
Andi mengerti kesulitan kami.
Dasar dia mungkin keturunan guru, aku lebih mengerti Matematika
dijelaskan olehnya daripada oleh Pak Slamet. Sedikit ada harapan kabar gembira
untuk orang tua di Purwokerto. Paling tidak tebakan Ayah untuk nilaiku kali ini
bisa meleset.
Di saat seperti ini aku harus merubah pandanganku dan mengakui
bahwa orang yang dapat menyelesaikan soal diferensial memang lebih hebat
daripada orang yang bisa memasukkan bola dengan lemparan three points dalam 10
lemparan berturut-turut. Harus ku akui pujian dosen-dosen padanya tidak
berlebihan. Dia memang pandai.
Aku terdiam seketika. Aku baru menyadari bahwa ia mulai bisa
membuka diri pada kami. Dia mulai membaur dengan kami. Tertawa dengan kami. Ini
sebuah perubahan besar. Suatu hal yang jarang sekali terjadi.
***
Tidak perlu membahas UTS yang telah berlalu hari kemarin. Pertandingan
semi final futsal di sore ini membangkitkan semangatku. Jadwal pertandingan
kali ini mempertemukan kelas Meteo 1 E dengan Meteo 3 B. Lawan kali ini cukup
berat. Sampai saat kemarin futsal kami masih terus maju dan tinggal selangkah
lagi untuk masuk final.
Pertandingan kali ini tidak hanya oleh para pemain futsal kedua
belah kubu namun para suporternya pun saling bertanding siapa yang paling
heboh. Bendera, toa dan spanduk tidak lupa disiapkan untuk menyemangati
teman-teman yang sedang berjuang. Sampai pada akhir babak pertama skor masih
sama 0-0. Pertahanan yang baik diberikan oleh keduanya.
Berikutnya di babak terakhir ini suasana menjadi semakin panas.
Tanpa sengaja pemain tengah kami yakni Hamid menabrak senior Ilyas yang tinggi
besar. Hamid jatuh hingga keluar lapangan. Untung saja cuma lecet sedikit.
Namun lecet itu tetap membuat ia tidak mau bertanding lagi.
Danton kebingungan memikirkan siapa yang akan menggantikan Hamid.
Sebagian teman kelas kami juga sedang berjuang di ruang kuliah umum melawan
kelas Meteo 1 A dalam pertandingan tenis meja. Tidak ada waktu lagi. Danton
sendiri tidak bisa bermain. Akhirnya ia meminta pertolongan Andi untuk
menggantikan posisi Hamid. Pikirku, mana mungkin dia mau membuang-buang
waktunya hanya untuk mengikuti pertandingan yang baginya sepele ini. Namun
tanpa diduga, ternyata ia menyanggupinya. Aku melongok keheranan. “Loh kok
bisa????”
Time out telah berakhir. Semua pemain kembali ke lapangan. Dalam
sisa waktu terakhir ini, kedua belah kubu tidak mau mengalah. Saling serang
menyerang. Beberapa tembakan ke gawang berhasil digagalkan oleh pemain garis
belakang. Sampai menit-menit terakhir, karena kelelahan yang sangat, pemain
Meteo 1 E mulai tidak fokus. Tiba-tiba saja serangan dari arah tegak lurus
gawang menciptakan sorakan meriah dari suporter di seberang lapangan. Oh tidak,
kami kecolongan. Habislah.
Skor sementara menjadi 1-0 untuk kemenangan senior Meteo 3 B. Dan
skor ini pun terus bertahan hingga peluit panjang tanda pertandingan selesai
terdengar.
Raut kecewa dan kelelahan sangat jelas di wajah-wajah pejuang
Meteo I E. Padahal tinggal selangkah lagi kami akan maju ke final memperebutkan
emas. Sayang sekali.
Dalam nafas yang terengah-engah, suara penuh penyesalan terdengar.
“Maaf teman-teman, saya tidak bisa menyesuaikan permainan. Sejak
saya masuk, permainan kita jadi kacau balau. Pertahanan jadi buruk dan akhirnya
kita kalah.”
Hah? Subhanallah. Baru kali ini aku mendengar permintaan maaf
darinya. Baru kali ini aku melihat wajah penuh rasa bersalahnya. Ini suatu
kejadian langka.
“Nggak di. Nggak benar kalau kekalahan ini karena kesalahanmu.
Kita sudah berjuang. Kita tidak lemah. Kita orang yang hebat. Tapi masih ada
yang lebih hebat dari kita. Itu saja permasalahannya. Kemenangan bukan
segala-galanya. Yang penting kita enjoy di sini bersama-sama.” Ucap Riko sang
kapten tim futsal.
Semua diam. Hening. Suasana terasa kaku. Untuk mencairkan suasana
aku menyoraki mereka semua. “Semangaaaaaaaaaaaatttttttttttttttt..............”
Mereka lalu tersenyum.
***
Dua minggu di Purwokerto adalah ajang perbaikan gizi bagiku. PDH
ini sekarang terasa sedikit lebih sempit. Dengan berbekal kripik tempe dan
gethuk goreng aku masuk ke dalam kelas. Walau oleh-olehnya sekedar saja tapi
kewajiban membawa oleh-oleh sudah aku laksanakan.
Baru saja aku mau memberikan kripik tempe dan gethuk goreng pada
teman-teman, tiba-tiba Andi langsung merebutnya dari tanganku. Aku hanya diam.
Tumben dia seperti ini. Dia lalu pergi begitu saja membawa semuanya.
Lagi-lagi Rima mengagetkan aku dari belakang, “Eh yang baru pulang
kampung ee senangnya mi. Oleh-oleh dulu kah.”
“Tuh... Ambil aja di Andi.”
“Yaa... Saya keduluan Andi ya.”
“Haha... Tenang aja cinte. Maen aja ke kosan. Masih
Buaaanyakkk....”
“Sssttt...... Ayo cepet! Upacara dah mau mulai tuh!” Danton
mengingatkan.
Panas terik matahari pagi di hari senin awal April ini tidak
mengganggu konsentrasiku. Benar apa yang dikatakan Pak Madrai pembina upacara.
Memasuki semester 2 ini, aku harus menjadi lebih baik. Kamarku akan ku penuhi
dengan tempelan “AKU HARUS RAJIN BELAJAR”. Sudah cukup membuat tebakan Ayah
pada nilai-nilaiku tepat semua. Saatnya berjuang. Yeaaahhh......
Di semester kali ini aku banyak menghabiskan waktu dengan belajar
bersama. Kumpul di basecamp dengan teman-teman hampir setiap malam. Walau
sebenarnya terkadang kami menghabiskan waktu dengan sekedar berbagi cerita dan
bermain kartu. Hehe..
***
Salah satu kegiatan Batalyon di semester kali ini adalah Lomba
Ketangkasan Baris Berbaris antar kelas. Danton mengumumkan di depan kelas bahwa
sebentar lagi lomba ini akan dilaksanakan. Lomba ini melibatkan 16 orang taruna
taruni di setiap kelas. Kami harus dapat menampilkan performa terbaik di depan
semua taruna taruni AMG dan pembina dengan melakukan baris berbaris yang baik
dan benar.
Karena aku dilibatkan dalam barisan, aku harus latihan tiap sore
sampai pada hari perlombaan jumat minggu depan. Pokoknya kami harus bisa
menampilkan yang terbaik dari kami.
Lagi-lagi ada kejadian aneh yang sebenarnya entah sejak kapan
sudah tidak menjadi aneh lagi. Orang itu mau ketika dipilih Danton masuk dalam
barisan LBB. Harusnya ini suatu kabar baik tapi tetap saja aneh bagiku. Apa
Andi yakin akan membuang-buang waktunya tiap sore untuk latihan dan
meninggalkan semua bacaan-bacaannya di kosan. Entah sejak kapan ia mulai
merubah sikap.
Latihan yang tidak tanggung-tanggung. Kami belajar menyamai
langkah dan gerakan. Kami belajar mengikuti intruksi dengan benar. Kami belajar
baris berbaris yang benar. Kami banyak belajar. Kami pun harus membuat formasi
sebagai bahan penilaian. Kami latihan hingga malam. Bahkan sampai latihan di
luar kampus karena areal kampus sudah di booking oleh para senior.
Pada hari jumat yang ditunggu-tunggu kami mendapat giliran tampil
ke-8. Masih cukup waktu untuk menenangkan hati yang risau. Melihat penampilan
teman-teman kelas lain yang rapi dan sangat mengagumkan membuat hati kami
menjadi semakin risau dan ciut. Di wajah kami seakan-akan tertulis kalimat
dengan huruf kapital tebal miring dan bergaris bawah “SUDAHLAH. KITA TIDAK USAH
TAMPIL SAJA”
Bang Zakir, tugas belajar SMA di kelas kami menyadari kerisauan
kami. Sebagai abang yang dituakan di kelas, ia menyemangati kami dengan gaya
khasnya yang sedikit kaku.
“Pokoknya ntar kalian rileks saja. Tidak usah tegang memikirkan
kemenangan atau kekalahan. Yang penting adalah kalian tidak melakukan kesalahan
yang berarti. Urusan menang kalah itu tergantung dari penampilan teman-teman di
kelas lain. Kalau mereka lebih baik dari kita maka mereka menang. Kalo nggak yah
kita yang menang. Iya kan, Sri?” Sri bingung namanya dibawa-bawa. “Tuh lihat
Sri. Dia dari berangkat pagi tadi sampai sekarang ini wajahnya tetap sumringah.
Kenapa? Karena dia yakin semua akan baik-baik saja. Tidak usah khwatir. Kita
sudah berusaha. Ntar lagi kita sampai pada akhir usaha kita. Dan setelahnya
kita tinggal berdoa.” Sri masih saja kebingungan.
“Saya setuju sama Bang Zakir.”, Andi memotong. “Kita tidak boleh
menyia-nyiakan waktu dan latihan kita sejak kemarin. Sekarang saatnya kita
tunjukkan kalau latihan kita bukan main-main. Kita tidak boleh kalah sebelum
bertanding kawan-kawan. Ayo semangat!!!”
Yah, Bang Zakir dan Andi memang benar. Kami harus santai saja dan
tidak usah terlalu tegang. Semangat semangat semangat.
***
Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Sekolah telah aku lalui
dengan penuh perjuangan. Rasa santai dan malas seperti semester awal kemarin
sudah berhasil aku kalahkan.
Waktu begitu cepat berlalu. Kebersamaan tidak ada yang abadi.
Sesuai dengan sistem yang diterapkan AMG, sebentar lagi kami akan memasuki
dunia kerja, dunia orang dewasa. Praktek Kerja Lapangan di seluruh unit satuan
kerja BMKG. Rasanya diri ini masih terlalu muda untuk menjalaninya.
Saat-saat mendebarkan menanti pengumuman penempatan pun sudah
terlewati. Sekarang rasanya tidak mendebarkan lagi tapi berganti jadi bingung,
pusing dan syok. Cukup Rima saja yang senang mendengar kabar penempatanku.
“Tidak salah memang sa ajari ko bahasaku, Sa. Ternyata memang
dunia begitu sempit cintee. Kita bisa sekali-kali ketemuan deh. Hehe...”
Dengan sedikit menyemangati diri aku berkata, “Hufff.... Tempat
itulah yang mungkin terbaik untukku.”
Malam ini kami berkumpul bersama di basecamp kelas sebelum besok
kami akan sibuk mengurus keberangkatan ke penempatan masing-masing. Wajah-wajah
para pegawai muda tampak sedikit kusut. Acara malam ini diisi dengan ucapan
maaf dan ungkapan bahagia dari semua teman-teman. Danton sendiri dengan suara
sedikit tertahan mengucapkan terima kasih kepada kami.
“Ng... Sekarang giliran saya.”
“Mmm..... Malam ini saya ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah mempercayakan pimpinan kelas
kepada saya. Yang telah membantu saya dalam mengemban amanah ini. Maaf juga
bila ada salah tindakan dan salah ucap selama ini. Intinya, saya menyayangi
kalian semua.” Ucapan terakhir itu bukan membuat suasana menjadi romantik malah
membuat suasana menjadi gaduh. Disayangi Danton??? Hihi.... Danton, Danton..
Pada malam yang sejuk ini, kejadian langka yang sebenarnya
sekarang sudah tidak langka lagi terjadi. Ucapan Andi yang begitu jujur dan
terbuka.
“Saya bingung mau berkata apa. Intinya saya berterimakasih pada
teman-teman yang sudah sangat baik dan sabar menghadapi saya. Saya tahu kalau
saya apatis selama ini pada kalian. Tapi sejak di sini, sejak mengenal kalian,
saya banyak belajar. Di sini bersama kalian saya merasakan indahnya
kebersamaan. Di sini bersama kaliat saya dapat merasakan hangatnya
kekeluargaan,” diam sejenak. Terlihat matanya berkaca-kaca. “Sekarang saya juga
mau minta maaf untuk semua kesan buruk yang pernah saya berikan pada kalian.
Untuk saat-saat dimana saya apatis tidak peduli kesulitan kalian. Untuk saat
dimana saya tidak memberi dukungan ketika kalian sedang berjuang. Untuk saat
dimana saya tidak menghiraukan kalian.” Kali ini air matanya mengalir.
“Sebelumnya saya tidak pernah merasakan rasa kebersamaan ini. Sebelumnya saya
pernah berharap mendapatkannya pada teman-teman saya dahulu. Namun apa? Tidak
ada. Saya tidak mendapatkannya. Saya hanya membuang-buang waktu saat itu. Sejak
itu saya kecewa. Saya hanya menyia-nyiakan waktuku ketika itu.”
“Tapi sekarang, di sini, di AMG ini, di antara kalian semua, saya
banyak mengerti. Betapa kalian sangat berharga. Ntar lagi kita akan berpisah.
Berpisah untuk bertemu kembali. Selamat berjuang kawan dan sampai berjumpa
lagi. Saya pasti akan merindukan kalian.”
Subhanallah. Kata-katanya sampai ke hati. Dia memang benar. Kebersamaan
ini akan berakhir. Kalian semua adalah keluargaku. Aku pasti akan sangat
merindukan kalian. Aku harus belajar membiasakan diri melalui hari tanpa
kalian. Ini lebih sulit daripada harus belajar membiasakan diri melalui hari
bersama kalian ketika pertama kali kita berjumpa di kampus ini. Tapi inilah
kehidupan. Ada perpisahan dan pertemuan.
Kami menghabiskan malam ini dengan merenung dan menangis
bersama-sama. Kami bertemu di kampus ini dan kami juga harus berpisah di kampus
ini. “Selamat berjuang kawan. Sampai bertemu lagi. Semoga di waktu kita
berjumpa lagi, semuanya menjadi lebih baik. Amin....”, doaku dalam hati.
SELESAI
Istilah-istilah
1. AMG : AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA yang
bertempat di Pondok Betung Tangerang
2. OSPEK : ORIENTASI STUDI PENGENALAN KAMPUS
3. MADABINTAL : Masa DASAR PEMBINAAN FISIK, MENTAL
DAN MORAL
4. Pleton : kelas
5. TIBTAR : singkatan dari PENERTIB TARUNA yang
tugasnya sesuai dengan namanya.
6. Aerologi : mata kuliah udara atas
7. TID : TUNJANGAN IKATAN DINAS yang diperoleh
setiap bulan oleh taruna/taruni AMG
8. BMKG : BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN
GEOFISIKA
9. DAUROH : kegiatan tahunan ROHIS AMG dengan
tujuan menciptakan taruna/taruni yang islami
10. Pekan Olahraga AMG : kegiatan tahunan Batalyon
AMG yang isinya pertandingan antar pleton
11. Meteo 1 E : nama pleton yakni jurusan
Meteorologi tingkat 1 kelas E
12. Geof 2 : nama pleton yakni jurusan Geofisika
tingkat 2
13. DANYON : singkatan dari KOMANDAN BATALYON. Sama
seperti Ketua Senat Mahasiswa.
14. PDH : Pakaian Dinas Harian yang merupakan
seragam kampus
15. DANTON : singkatan dari KOMANDAN PLETON. Sama
seperti Ketua Kelas.
16. UTS : Ujian Tengan Semester
17. Batalyon : organisasi ketarunaan yang mengatur
segala kegiatan ekstrakulikuler di kampus AMG. Sama seperti SENAT mahasiswa
18. LBB : Latihan Baris Berbaris yang rutin
dilakukan setiap jumat pagi setelah olahraga